my pet.....

Kamis, 23 Mei 2013

Sekilas mengenai Agama Baha'i



A.    Sejarah
Agama Bahá’í dimulai di Iran pada abad 19. Pendirinya bernama Bahá’u’lláh. Pada awal abad kedua puluh satu, jumlah penganut Bahá’í sekitar enam juta orang yang berdiam di lebih dari dua ratus negeri di seluruh dunia.
Dalam ajaran Bahá’í, sejarah keagamaan dipandang sebagai suatu proses pendidikan bagi umat manusia melalui para utusan Tuhan, yang disebut para "Perwujudan Tuhan". Bahá’u’lláh dianggap sebagai Perwujudan Tuhan yang terbaru. Dia mengaku sebagai pendidik Ilahi yang telah dijanjikan bagi semua umat dan yang dinubuatkan dalam agama Kristen, Islam, Buddha, dan agama-agama lainnya. Dia menyatakan bahwa misinya adalah untuk meletakkan pondasi bagi persatuan seluruh dunia, serta memulai suatu zaman perdamaian dan keadilan, yang dipercayai umat Bahá’í pasti akan datang.
Mendasari ajaran Bahá’í adalah asas-asas keesaan Tuhan, kesatuan agama, dan persatuan umat manusia. Pengaruh dari asas-asas hakiki ini dapat dilihat pada semua ajaran kerohanian dan sosial lainnya dalam agama Bahá’í. Misalnya, orang-orang Bahá’í tidak menganggap "persatuan" sebagai suatu tujuan akhir yang hanya akan dicapai setelah banyak masalah lainnya diselesaikan lebih dahulu, tetapi sebaliknya mereka memandang persatuan sebagai langkah pertama untuk memecahkan masalah-masalah itu. Hal ini tampak dalam ajaran sosial Bahá’í yang menganjurkan agar semua masalah masyarakat diselesaikan melalui proses musyawarah. Sebagaimana dinyatakan Bahá’u’lláh: "Begitu kuatnya cahaya persatuan, sehingga dapat menerangi seluruh bumi." Iman Baha'i adalah agama Abrahamik[1].
1.      Bab
Pada tahun 1844 Sayyid ‘Alí Muhammad dari Shíráz, Iran, yang lebih dikenal dengan gelarnya Sang Báb (artinya “Pintu” dalam bahasa Arab), mengumumkan bahwa dia adalah pembawa amanat baru dari Tuhan. Dia juga menyatakan bahwa dia datang untuk membuka jalan bagi wahyu yang lebih besar lagi, yang disebutnya “Dia yang akan Tuhan wujudkan”. Antara lain, Sang Báb mengajarkan bahwa banyak tanda dan peristiwa yang ada dalam Kitab-kitab suci harus dimengerti dalam arti kias, bukan arti harfiah. Dia melarang perbudakan, juga melarang perkawinan sementara, yang pada waktu itu merupakan praktek Syiah Iran.
Agama Báb tumbuh dengan pesat di semua kalangan di Iran, tetapi juga dilawan dengan keras, baik oleh pemerintah maupun para pemimpin agama. Sang Báb dipenjarakan di benteng Máh-Kú di pegunungan Azerbijan, di mana semua penduduk bersuku bangsa Kurdi, yang dikira membenci orang Syiah; tetapi tindakan itu tidak berhasil memadamkan api agamanya, dan mereka pun menjadi sangat ramah terhadap Sang Báb. Kemudian dia dipenjarakan di benteng Chihríq yang lebih terpencil lagi, tetapi itu juga tidak berhasil mengurangi pengaruhnya. Pada tahun 1850 Sang Báb dihukum mati dan dieksekusi di kota Tabríz. Jenazahnya diambil oleh para pengikutnya secara diam-diam, dan akhirnya dibawa dari Iran ke Bukit Karmel di Palestina (sekarang Israel) dan dikuburkan di suatu tempat yang ditentukan oleh Bahá’u’lláh. Makam Sang Báb kini menjadi tempat berziarah yang penting bagi umat Bahá’í.
2.      Bahaullah
Antara tahun 1848 dan 1852, lebih dari 20.000 penganut agama Báb telah dibunuh, termasuk hampir semua pemimpinnya. Mírzá Husayn ‘Alí yang lebih dikenal dengan gelarnya Bahá’u’lláh (artinya “Kemuliaan Tuhan” dalam bahasa Arab) adalah seorang bangsawan Iran yang menjadi pendukung utama Sang Báb. Pada tahun 1852, ketika Bahá’u’lláh ditahan di penjara bawah tanah Síyáh-Chál (“lubang hitam”) di kota Teheran, dia menerima permulaan dari misi Ilahinya sebagai “Dia yang akan Tuhan wujudkan” sebagaimana telah diramalkan oleh Sang Báb. Bahá’u’lláh menceritakannya sebagai berikut: “Suatu malam dalam mimpi, firman-firman yang luhur ini terdengar dari segenap penjuru: ‘Sesungguhnya, Kami akan memenangkan-Mu melalui Diri-Mu serta pena-Mu. Janganlah Engkau bersedih hati atas apa yang telah menimpa-Mu, dan janganlah takut pula, sebab Engkau ada dalam keadaan selamat. Tak lama lagi, Tuhan akan membangkitkan harta-harta bumi, orang-orang yang akan membantu-Mu melalui Diri-Mu dan melalui Nama-Mu, dengan mana Tuhan telah menghidupkan kembali hati mereka yang mengenal Dia.’”
Bahá’u’lláh dibebaskan dari Síyáh-Chál, tetapi dia diasingkan dari Iran ke Baghdad, ‘Iráq. Pada awalnya, Bahá’u’lláh tidak mengumumkan misinya kepada para penganut agama Báb lainnya di ‘Iráq, yang berada dalam keadaan sangat kacau dan hina. Dia mulai mendidik dan menghidupkan kembali umat itu melalui tulisannya dan teladannya, dan beberapa Kitab suci Bahá’í yang penting berasal dari masa Baghdad ini, seperti Kalimat Tersembunyi, Tujuh Lembah, dan Kitáb-i-Íqán (“Kitab Keyakinan”). Pada tahun 1863, di sebuah taman yang diberi nama Taman Ridwán, Bahá’u’lláh mengumumkan misinya kepada para pengikut Báb yang berada di Baghdad, dan sejak itu agama ini dikenal sebagai agama Bahá’í.
3.      Abdul Baha
Dalam Kitáb-i-‘Ahd, surat wasiatnya, Bahá’u’lláh telah menunjuk putranya, ‘Abdu’l-Bahá sebagai pemimpin agamanya dan Penafsir tulisannya. Hal itu menjamin agar agama Bahá’í tidak mengalami perpecahan.
‘Abdu’l-Bahá telah mengalami pembuangan dan pemenjaraan yang panjang bersama ayahnya. Setelah dia dibebaskan sebagai akibat dari “Revolusi Pemuda Turki” (pada tahun 1908), dia mengadakan suatu perjalanan besar selama tahun 1910-1913 ke Mesir, Inggris, Skotlandia, Perancis, Amerika Serikat, Jerman, Austria, dan Hungaria, di mana dia mengumumkan prinsip-prinsip ajaran Bahá’í. ‘Abdu’l-Bahá juga mengirimkan ribuan surat ke masyarakat-masyarakat Bahá’í setempat di Iran, dengan akibat umat itu yang dahulu miskin dan hina menjadi berpendidikan dan mandiri. ‘Abdu’l-Bahá wafat di Haifa pada tahun 1921, dan kini dikuburkan di salah satu ruang dari Makam Sang Báb.
4.     Shoghi Effendi
Dalam Surat Wasiat ‘Abdu’l-Bahá, cucunya, Shoghi Effendi ditunjuk sebagai “Wali Agama Tuhan”. Selama masa hidupnya, Shoghi Effendi menterjemahkan banyak tulisan suci Bahá’í, melaksanakan berbagai rencana global untuk pengembangan masyarakat Bahá’í, mengembangkan Pusat Bahá’í Sedunia, melakukan surat-menyurat dengan banyak masyarakat dan individu Bahá’í di seluruh dunia, dan membangun struktur administrasi Bahá’í yang mempersiapkan jalan untuk didirikannya Balai Keadilan Sedunia. Shoghi Effendi meninggal pada tahun 1957.
B.     Praktek dan Kepercayaan
*      Ke esaan Tuhan
Bahá’u’lláh mengajarkan bahwa hanya ada satu Tuhan Yang Maha Agung, yakni Tuhan Yang Maha Esa yang telah mengirim para Rasul dan Nabi untuk membimbing manusia. Oleh karena itu, semua agama yang bersumber dari satu Tuhan ini, haruslah menunjukkan rasa saling menghormati, mencintai, dan niat baik antara satu dengan yang lain.
Umat Bahá’í percaya bahwa Tuhan adalah Sang Pencipta alam semesta dan Dia bersifat tidak terbatas, tak terhingga dan Maha Kuasa. Tuhan tidak dapat dipahami, dan manusia tidak bisa sepenuhnya memahami realitas Keilahian-Nya. Oleh karena itu, Tuhan telah memilih untuk membuat Diri-Nya dikenal manusia melalui para Rasul dan Nabi, seperti Ibrahim, Musa, Krishna, Zoroaster, Budha, Isa, Muhammad, dan Bahá’u’lláh. Para Rasul dan Nabi yang suci itu bagaikan cermin yang memantulkan sifat-sifat dan kesempurnaan Tuhan.
*      Kitab Suci
Kitab Suci yang terdapat dalam Agama Bahai yaitu Al-bayan(berisi hukum-hukum yang menghidupkan makna yang belum terungkap sebelumnya dan mayoritas menggambarkan akan kedatangan Bahaullah,sembilan belas harian kalender bahai.Al-Aqdas(berisi hukum-hukum ajaran bahaullah berupa pernikahan,warisan,sembahyang dan yang lainya)Iqan(berisi untuk memberikan kepercayaan atau keyakinan kepada umat bab)kalimat tersembunyi(berisi Nasihat-nasihat manusia untuk hidup)
Dalam Agama bahai sembahyang ada tiga macam yaitu:
1.      Sembahyang panjang dilaksanakan 1x dalam 24 jam
2.      Sembahyang menengah dilaksanakan 3xsehari yaitu pagi,tengah hari dan petang
3.      Sembahyang pendek dilaksanakan 1x dalam 24 jam pada tengah hari
Setiap orang bebas memilih salah satu dari tiga macam sembahyang tersebut tetapi ia wajib melaksanakan salah satunya.sebelum sembahyang ia wajib wudhu dulu(membasuh tangan dan muka)dan ketika sembahyang menghadap kiblat.
*      Percaya kepada para Rasul sebagai utusan Tuhan
Agama Bahai percaya kepada para rasul yang telah diturunkan oleh Tuhan kedunia untuk membimbing manusia kejalan yang benar dan lurus.seperti ibrahim,musa,krisnha,musa,isa,muhamad dan Bahaullah.disetiap masa Rosul akan mengirimkan rasul karena manusia selalu membutuhkan pembimbing untuk mengarahkan manusia.ajaran dan hukum yang dibawa para rosul untuk manusia tidak berlaku selamanya karena kondisi di dunia selalu berubah[2].
*      Keselarasan dan Toleransi antar Umat Beragama
Umat Bahá’í percaya bahwa tujuan agama adalah mewujudkan persatuan dan kebahagiaan bagi seluruh umat manusia. Saling menghormati dan mencintai serta kerja sama di antara pemeluk agama yang berbeda akan membantu terwujudnya masyarakat yang damai. Karena itu, umat Bahá’í aktif berperan di berbagai usaha serta proyek-proyek yang memajukan persatuan agama dan yang meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap agama-agama lain. Umat Bahá’í menghormati keanekaragaman dalam melakukan ibadah keagamaan.
*      Kesatuan Umat Manusia
Agama Bahá’í mengajarkan bahwa semua manusia adalah sama di hadapan Tuhan, dan mereka harus diperlakukan dengan baik, harus saling menghargai dan menghormati. Bahá’u’lláh mencela prasangka ras dan kesukuan, serta mengajarkan bahwa semua orang adalah anggota dari satu keluarga manusia, yang justru diperkaya dengan keanekaragamannya.
*      Sifat Roh dan Kehidupan Sesudah Mati
Umat Bahá’í percaya tentang adanya roh yang kekal yang ada pada setiap manusia walaupun kita tidak sepenuhnya mampu memahami sifat roh itu.
Dalam kehidupan yang fana ini, roh seseorang tumbuh dan berkembang sesuai dengan hubungan rohaninya dengan Tuhan. Hubungan ini dapat dipelihara dengan jalan mengenal Tuhan dan ajaran-ajaran-Nya yang diwahyukan oleh para Rasul dan Nabi-Nya, seperti cinta pada Tuhan, doa, meditasi, puasa, disiplin moral, kebajikan-kebajikan Ilahi, menjalankan hukum-hukum agama, dan pengabdian kepada umat manusia. Semua itu memungkinkan manusia untuk mengembangkan sifat-sifat rohaninya, yang merupakan pondasi bagi kebahagiaan manusia serta kemajuan sosial, dan juga untuk menyiapkan rohnya untuk kehidupan sesudah mati[3].




[1] www.wikipedia umum 
[2] Leo christie,konsep roh dalam agama baha’i hal.30(skripsi)
[3] Agama Bahai,e-book

Tidak ada komentar:

Posting Komentar