my pet.....

Kamis, 23 Mei 2013

Sekilas mengenai Zoroaster



a.       Sejarah
Zoroastrianisme adalah sebuah agama dan ajaran filosofi yang didasari oleh ajaran Zarathustra yang dalam bahasa Yunani disebut Zoroaster. Zoroastrianisme dahulu kala adalah sebuah agama yang berasal dari daerah Persia Kuno atau kini dikenal dengan Iran. Di Iran, Zoroastrianisme dikenal dengan sebutan Mazdayasna yaitu kepercayaan yang menyembah kepada Ahura Mazda atau "Tuhan yang bijaksana.
Zarathustra atau Zoroaster adalah pelopor berdirinya Zoroastrianisme di Iran (Persia). Ia hidup sekitar abad ke-6 SM. Zarathustra berasal dari keturunan suku Media. Ia adalah seorang imam yang dididik dalam tradisi Indo-Iran. Sebelumnya, agama yang ada di Iran (Persia) bersumber pada macam-macam ajaran seperti politeisme, paganisme, dan animisme. Zarathustra yang merasa tidak puas dengan ajaran-ajaran yang berkembang di Iran pada waktu itu berusaha membawa pembaruan. Oleh sebab itu, oleh para ahli ia kemudian dianggap sebagai salah satu tokoh pembaru agama tradisional. Zarathustra dikenal sebagai nabi yang mempunyai karunia untuk menyembuhkan dan sanggup melakukan berbagai mujizat. Selama bertahun-tahun ia berusaha menemukan penyingkapan-penyingkapan dari kebenaran spiritual.
Zarathustra ingin memperbaiki sistem kepercayaan dan cara penyembahan kepada dewa-dewa yang berkembang di Persia saat itu. Pada usia tiga puluh tahun, Zarathustra menerima sebuah penglihatan. Menurut legenda, ia melihat cahaya besar yang kemudian membawanya masuk dalam hadirat Ahura Mazda. Sejak perjumpaannya dengan Ahura Mazda, Zarathustra menjadi semakin giat menyebarkan ajaran bahwa segala sesuatu yang baik berasal dari Ahura Mazda. Ajarannya yang sangat berbeda dengan kepercayaan yang ada pada waktu itu menyebabkan Zarathustra mendapat tekanan.
Sebelum Zarathustra lahir, agama bangsa Persia adalah bersumber pada ajaran polytheisme, paganism, dan animism. Tidak heran pada perkembangan awalnya di media mendapat tantangan yang hebat dari masyarakat. Setelah pindah ke Chorsma (qazam) dimana rajanya Hestapes dan istrinya Chista menjadi pengikut Zoroaster pada abad 618 SM, maka agama Zoroaster mengalami kemajuan di daerah tersebut.
Sejarah perkembangan selanjutnya Zoroaster kemudian mulai mengalami babak baru, terutama setelah terjadinya peralihan kekuasaan dari media kepada akheamenia atau kekaisaran Persia kuno yang pertama. Kekaisaran akheamenia memang cukup berpengaruh terhadap perkembangan selanjutnya. Banya orang Athena yang mengadopsi kebiasaan akheamenia dalam kehidupan sehari-hari mereka sebagai akibat dari kontak antarbudayam, beberapa karena perna bersekutu dengan raja Persia. Hal ini juga disebabkan karena adanya silinder Koresh agung yang amat berperan dalam penyebaran Zoroastriansime hinggga ke timur sejauh Cina.
Hubungannya dengan agama Abrahamik. Interakasi sosial budaya, akan terjadi pengambilan ide-ide antar kaum termasuk dalam agama atau kepercayaan. Zoroastrianisme adalah agama tua yang mempunyai banyak pengaruh dalam peradaban umat manusia di kemudian hari. Hampir semua ahli sejarah dunia sepakat bahwa ide ajaran yang diusunga agama Abrahamik (Yahudi, Kristen, dan Islam), berasal dari Zoroastrianisme. Meski khusus untuk Yudahisme, ada beberapa ahli sejarah yang masih memperdebatkan hal ini. Perbedaan pendapat ini kemungkin karena pertama, satu pihak menilai bahwa gaya bahasa dan penulisan manuskrip Zoroastrian cenderung menunjukan bahwa agama ini jauh lebih tua dari Yudahisme. Namun pihak lain menilai bahwa pengaruh Zoroaster terhadap Yudahisme memang benar, namun itu terjadi setelah nabi sulaiman wafat[1]. 
b.      Praktek keagamaan
Konsep Ketuhanan. Di dalam ajaran Zoroastrianisme, hanya ada satu Tuhan yang universal dan Maha Kuasa, yaitu Ahura Mazda. Ia dianggap sebagai Sang Maha Pencipta, segala puja dan sembah ditujukan hanya kepadanya. Pengakuan ini adalah bentuk penegasan bahwa hanya Ahura Mazda yang harus disembah di tengah konteks kepercayaan tradisional masyarakat Iran yang kuat dengan pengaruh politeisme.
Zoroastrianisme mempunyai prinsip dualisme yang mempercayai bahwa ada dua kekuatan yang bertentangan dan saling beradu yakni kekuatan kebaikan dan kejahatan. Dalam tradisi Zoroastrianisme, yang jahat diwakili oleh Angra Mainyu atau Ahriman, sedangkan yang baik diwakili oleh Spenta Mainyu. Manusia harus selalu memilih akan berpihak pada kebaikan atau kejahatan selama hidupnya. Akan tetapi, dengan paham dualisme ini tidak berarti bahwa Zoroastrianisme tidak mengakui monoteisme karena Ahura Mazdalah satu-satunya Tuhan yang disembah. Ahura Mazda, pada saatnya akan mengalahkan kekuatan yang jahat dan berkuasa penuh. Ahriman dan para pengikutnya akan dimusnahkan untuk selamanya. Meskipun ajaran Zarathustra mengajarkan monoteisme dengan Ahura Mazda sebagai satu-satunya dewa yang harus disembah namun keberadaan dewa-dewa lain pun tetap diakui. Dewa-dewa yang turut diakui keberadaanya ada lima yaitu:
1.      Asha Vahista, dewa tata tertib dan kebenaran yang berkuasa atas api
2.      Vohu Manah, dewa yang digambarkan sebagai sapi jantan ini dikenal sebagai dewa hati nurani yang baik
3.      Keshatra Vairya, yaitu dewa yang berkuasa atas segala logam
4.      Spenta Armaity, yaitu dewa yang berkuasa atas bumi dan tanah
5.      Haurvatat dan Amertat, yaitu dewa-dewa yang berkuasa atas air dan tumbuh-tumbuhan Zoroastrianisme tidak mengizinkan penguburan dan pembakaran tubuh orang yang telah meninggal karena dianggap akan menodai air, udara, bumi dan api. Mereka menyelenggarakan ritus kematian dengan menempatkan mayat di atas Dakhma atau Menara Ketenangan (Tower of Silence). Di sana terdapat pembagian tempat yang jelas bagi kaum laki-laki, perempuan dan anak-anak[2].
Adapun tahap-tahap yang dilakukan saat upacara kematian adalah sebagai berikut:
a.       Mayat dibiarkan di dalam sebuah ruangan di rumah selama tiga hari sebelum dibawa ke Dakhma, tempat untuk melaksanakan upacara kematian.
b.      Sesudah itu, mayat lalu dibawa ke Dakhma atau Menara Ketenangan.
c.       Di sana mayat akan ditelanjangi dan ditidurkan di atas menara yang terbuka dan dibiarkan agar dimakan oleh burung-burung.
d.      Sisa-sisa tulang kemudian dibuang ke dalam sumur[3].
Kitab Suci[4]
Kitab suci orang-orang penganut Zoroaster adalah kumpulan tulisan-tulisan sakral yang dikenal dengan Avesta yang terbagi menjadi empat bagian. Keempat bagian itu terdiri atas:
1.      Kitab Yasna yaitu kumpulan doa-doa dan aturan-aturan ibadah. Kitab Yasna juga mencakup Ghata yakni kumpulan puji-pujian yang dipercayai sebagai hasil tulisan dari Zoroaster. Ghata terdiri dari 17 puji-pujian yang dibuat dalam bentuk puisi yang sulit diterjemahkan dan hanya bisa dimengerti oleh orang-orang tertentu.Puisi ini menceritakan tentang perjumpaan Zoroaster dengan Tuhan dalam suatu penglihatan.
2.      Kitab Visparat berisi puji-pujian penuh hormat serta permohonan kepada Tuhan.
3.      Kitab Vivevdat (Vendidad) yaitu tulisan-tulisan yang berkaitan dengan ritual pemurnian.
4.      Kitab Khode Avesta, yaitu buku kumpulan doa sehari-hari yang di dalamnya juga mencakup Yashts, kumpulan puji-pujian dan puisi tentang kepahlawanan.
Upacara Keagamaan Sehari-Hari dan Berbagai Hari RayaUntuk melangsungkan upacara keagamaan sehari-hari, penganut Zoroaster tidak diharuskan pergi ke kuil. Mereka dapat berdoa di mana saja seperti di gunung-gunung, sungai-sungai, ladang-ladang ataupun di rumah. Mereka dapat menyampaikan nazar, penyesalan dosa,ungkapan terima kasih, dan sebagainya. Waktu yang dirasakan tepat untuk melakukan upacara agama sehari-hari adalah di pagi hari. Zoroastrianisme mempunyai beberapa hari raya atau disebut Gahambars. Perayaan Tahun Baru (Naw Ruz atau Noruz) merupakan hari raya yang dirayakan paling meriah. Selain itu, ada juga Festival Seribu Hari (Sada) yang dirayakan di dekat sungai, Pengenangan akan orang-orang yang telah meninggal, dan perayaan Ulang Tahun Zoroaster.


[2]  H.A. Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia.Yogyakarta: PT.Hanindita Offset,1988.hal 19
[4] H.A. Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia.Yogyakarta: PT.Hanindita Offset,1988.hal 270

1 komentar: